Ini adalah cerita dari sisi temanku. Pagi hari, aku baru saja selesai menyuapi anak dengan setengah piring nasi goreng, sambil mengingatkannya soal PR yang belum selesai.
Lima menit kemudian, aku sudah mengganti posisi, dari ibu muda yang cerewet menjadi anak baik-baik. Yupz. Aku harus membantu orang tua menyiapkan sarapan dan memastikan obat-obatan mereka diminum tepat waktu.
Dalam hati, aku bertanya "Ini tuh hidup siapa, ya? Kok rasanya aku kayak isi sandwich, terjepit di antara dua lapisan roti tebal?"
Apakah kamu pernah merasakan sepertiku saat ini? Kalau iya, maka mungkin saja kamu adalah bagian dari sandwich generation.
Entah aku harus memberimu selamat atau mengasihani hidup kita. Aku sendiri masih bingung. Hehehe….
Apa Itu Sandwich Generation?
Sandwich generation adalah istilah manis untuk sesuatu yang, yaah bisa kubilang kadang terasa agak pahit. Lho kok begitu?
Ya gimana. Bagi sebagian orang, sandwich adalah roti isi daging yang terasa lezat.
Sayangnya, sandwich generation ini merujuk pada orang dewasa, em… biasanya sih usia 30 sampai 50 tahunan, yang terjepit di antara dua kewajiban besar, yaitu:
- Merawat orang tua yang sudah lansia.
- Mengurus anak-anak yang masih sangat bergantung secara emosional dan finansial.
Sudah terbayangkan? Kamu adalah sepotong daging di tengah roti lapis raksasa.
Roti lapisan atas adalah orang tua yang minta perhatian. Mau tidak mau, kamu harus menguatkan diri. Karena merekalah yang dulu mendukung dan menyayangimu dengan penuh kasih.
Sementara itu, roti lapisan bawah adalah anak yang juga minta dukungan. Kamu pun tidak bisa melepaskan diri dari tanggung jawab. Makanya, kamu harus tetap lebih kuat.
Intinya adalah kamu jadi “isi” yang semua orang butuhkan. Tapi, siapa yang kamu butuh? Kamu sendiri, kadang lupa.
Kenapa Fenomena Ini Semakin Umum?
Dulu, hidup katanya sederhana. Sekolah, kerja, menikah, anak besar, orang tua bahagia.
Tapi bagaimana dengan sekarang? Tidak sesederhana itu, Bestie. Gaya hidup berubah, termasuk kewajiban kita.
Orang tua makin panjang umur. Alhamdulillah, tapi juga berarti mereka perlu perawatan ekstra.
Anak-anak kita perlu lebih banyak waktu dan biaya untuk mandiri. Karena harga rumah? Yuk, jangan dibahas dulu biar nggak nangis!
Jumlah saudara kandung berkurang. Dulu lima bersaudara, sekarang rata-rata dua atau satu. Artinya beban merawat orang tua nggak bisa dibagi rata.
Jadi, secara statistik maupun secara emosi, sandwich generation itu sekarang lebih "tebal" lapisannya.
Tanda-Tanda Kamu Adalah Sandwich Generation
Kalau kamu masih ragu apakah kamu termasuk generasi roti lapis atau bukan, coba cek beberapa tanda berikut!
- Kamu sering ke bank untuk bayar kuliah anak, lalu langsung ke rumah sakit untuk mengurus biaya kontrol orang tua.
- Tabungan pensiunmu lebih mirip recehan daripada saldo rekening serius.
- Weekend buatmu bukan "me time", tapi "cuci baju tiga generasi, antar jemput tiga jadwal, dan setor makanan ke tiga rumah."
- Emosimu kayak roller coaster. Dari bahagia, capek, sedih, bersyukur, lalu kembali capek. Anehnya, semua itu terjadi dalam satu hari.
Kalau kamu mengalaminya, maka selamat. Kamu benar-benar the real sandwich generation!
Mengapa Menjadi Sandwich Generation Tidak Mudah?
Ini mungkin terasa lucu. Tapi seriusan deh. Beberapa tekanan ini nyata kejadian di generasi roti lapis, sepertiku, di antaranya:
- Tekanan finansial. Dua sumber pengeluaran tanpa tambahan sumber penghasilan.
- Tekanan emosional. Rasa bersalah karena merasa "belum cukup" baik sebagai anak dan sebagai orang tua.
- Tekanan dalam hubungan. Pasangan bisa ikut stres, anak-anak bisa merasa kurang perhatian, dan kamu? Kadang bahkan lupa ulang tahunmu sendiri.
Tapi di balik semua itu, ada juga rasa cinta yang besar. Yah, kalau dipikir-pikir, jarang ‘kan orang dikasih kesempatan mencintai dua generasi sekaligus, dalam satu napas?
Bertahan dengan Tawa, Wahai Generasi Roti Lapis
Menjadi sandwich generation kadang membuat kita merasa kecil. Tapi di balik semua kelelahan itu, ada kekuatan yang tidak semua orang punya.
Yaitu kemampuan bertahan.
Kita mampu menyusui anak sambil tetap menyuapi orang tua. Dan itu bukan tanda kelemahan.
Itu tanda hati yang sangat besar. Yah, walaupun kadang isi dompetnya kecil. Hehehe….
Jadi, untukmu yang hari ini mungkin belum mandi tapi sudah antar anak dan bantu orang tua:
Kamu luar biasa. Sungguh!
Tapi, jangan lupa, di sela menyuapi mereka, suapi juga jiwamu dengan tawa, doa, dan secangkir kopi yang hangat serta nikmat. Kenapa?
Karena sandwich paling enak itu bukan yang tertekan lho. Tapi yang hangat. Ahay…
Lagian ya, penting banget lho tetap menjaga work-life balance tuh. Yuk, intip apa saja Tips Menjaga Work-Life Balance untuk Generasi Sandwich
0 Komentar
Terima kasih telah mengunjungi halaman Zahrah Munirah. Kami menghargai pendapat teman-teman sejauh nggak meninggalkan link hidup di kolom komentar ya :)